Kamis, 29 Mei 2014

Move On

Suatu hari ditengah hujan, seseorang pernah mendatangi saya dengan matanya yang sembab. Saya bertanya apa sebab dia menangis. Dia hanya diam. Tak menceritakan apapun. Dengan alis yang bertautan dalam perasaan bingung, saya membiarkan saja dirinya larut dalam tangis untuk beberapa saat. Hingga akhirnya ia buka suara.

"Apa cinta memang diciptakan dengan kesedihan? Mengapa Tuhan tak menciptakannya dengan kebahagiaan saja? Sehingga tak lagi ada orang yang terluka hanya karena cinta."

"Saya pikir, justru cinta diciptakan untuk kesedihan dan kebahagiaan. Tuhan sepakat untuk menciptakannya sepaket. Keceriaan dan kepedihan. Toh, apalah artinya sedih dan bahagia, bila tak ada cinta untuk menemani saat menceritakannya. Ada apa?"

"Aku tak bisa melupakan. Sudah setengah tahun kepalaku selalu disesaki kenangan lalu," jawabnya dengan napas tersengal.

"Bersabarlah. Hatimu lebih luas dari yang kau sangka. Sudah saatnya untuk bangkit dan berdiri lebih tegak lagi. Kepergian jangan sampai membuatmu kehilangan diri sendiri."

"Aku sudah mencoba, tapi tak bisa."

"Kau belum mencoba apapun. Yang kau lakukan hanya berusaha melupakan. Bagaimana mungkin kau bisa lupa, padahal untuk melupakan kau harus kembali mengingatnya lagi. Sudahlah, relakan untuk melepaskan. Terimalah kenyataan bahwa hatinya bukan lagi milikmu dan hatimu masih sepenuhnya kau miliki. Jangan biarkan dirimu jatuh dalam kubang luka. Hatimu yang merah muda terlalu baik untuk dibiarkan sakit. Berdamailah dengan dirimu sendiri. Maafkanlah dirinya dan dirimu sendiri. Mari mulai lagi untuk melangkah dan membuat kenangan baru. Berjalanlah sesekali. Buka mata dari kepedihan yang sebenarnya tak seberapa."

"Entahlah, hatiku telah mati semenjak ia melangkah pergi," ia berkata dengan senyum yang dipaksakan, sarat akan kegetiran.

"Move on bukan tentang bersegera dalam mencari sekeping hati baru. Tapi seberapa mampu kau terlepas dari luka dan kenangan lalu."

"Bagaimana caranya?"

"Memaknai proses move on itu seperti mempelajari tingkah bayi yang baru lahir. Mencoba merangkak dan berjalan meski kerap terjatuh. Berletih-letih bangkit walau kau merasakan sakit. Hingga akhirnya datang masa ketika kau mampu berlari, meninggalkan kenangan tepat di belakang."

"Aku akan mencoba untuk berdiri lebih tegak lagi. Terima kasih atas waktumu. Aku pamit pulang."

"Berhati-hatilah, hari masih hujan."

"Aku suka hujan. Yang tidak aku suka adalah bagaimana mungkin seseorang yang sedang kucoba untuk lupakan, justru sekarang sedang memberi wejangan untuk merelakan. Mengapa cinta membuatmu melepaskanku?"


-GH-