Minggu, 01 Desember 2013

Mie Rebus Memang Enak

Siang. Tak seperti yang kuharapkan, cuaca sangat mendung. Perkiraan ku sebentar lagi akan turun tetes demi tetes rahmat Tuhan itu. Aku sungguh bersyukur Tuhan masih menurunkan rahmat-Nya itu. Ketika sebagian makhluknya mengeluh akan hujan. Ya, mereka kurang bersyukur. Turun nya hujan membuat aktifitas terganggu. Akupun tak ingin munafik, hujan juga mengganggu apa yang aku rencanakan. Tapi, rencana Tuhan sepertinya lebih baik.

Untung. Sebelum hujan, aku sudah duduk manis di sebuah kursi yang di depan nya ada sebuah meja berisi berbagai macam kerupuk dan gorengan. Lengkap dengan gelas dan airnya. Yap. Aku sedang duduk di sebuah cafe langganan ku. Sudah sangat sering usus ku menyerap sari makanan yang di buat dari tempat ini.

Semangkok mie rebus dan segelas teh hangat. Menu yang aku yakini sebagai paduan cita rasa surga. Ini lah yang dari beberapa menit lalu aku tunggu dengan sabar untuk segera terhidang di depan mata. Menghirup aroma lezat kuah nya, dan menghisap uap panas dari segelas teh hangat.

Sembari menunggu, ingatan ku menerawang jauh. Teringat akan berbagai hal. Tapi aku mencoba menepis beberapa kenangan akan tempat ini. Pedih.

"Iballlll...."

Aku tersontak kaget. Ku dengar dari belakang ku ada suara wanita yang mencoba untuk mengagetkan ku. Sambil menepuk pundak ku, dia menyebut panggilan imut ku. Ibal.

Spontan kepala ku menoleh ke belakang. Mencoba untuk mengetahui siapa wanita ini. Aku yakin dia kenal baik dengan ku. Karna dia memanggil dengan panggilan rumah ku.

"Citraaaaa?"

Kembali rasa kaget yang sangat besar menyelimuti ku. Tak ku sangka, seorang wanita yang sangat aku benci tiba-tiba datang kehadapan ku. Wanita yang rasa nya tak ingin ku coba mengingatnya lagi. Wanita yang dari tadi ku coba tepis untuk mengingat kenangan bersamanya. Ya, kenangan di cafe ini.

Ketika ku lihat wajah nya, dia tersenyum kepada ku. Senyum yang dulu begitu aku rindukan setiap akan memicingkan mata pada malam hari. Senyum yang membuat aku merasa nyaman di dekat nya. Senyum yang membuat aku meleleh ketika dia melakukan nya. Senyum itu juga yang membuat aku benci kepada nya. Ini sungguh membangkitkan semua kenangan tentang diri nya.

******

Bernama Citra, dia adalah wanita yang dulu pernah mengisi lembaran buku diary ku. Wanita yang dulu membuat ku bahagia. Wanita yang pernah aku titipkan hati ku. Tapi, wanita ini juga lah yang telah mematahkan nya. Orang-orang menyebut hubungan kami adalah mantan-pacar.

Sekilas aku memperhatikan, dia masih seperti yang dulu aku ingat. Berwajah oval. Bermata tanpa dosa, mata yang sering aku tatap sedalam mungkin ketika berbicara padanya. Hidung sempurna. Bibir yang menurut ku sangat seksi, yang pernah aku lumat dengan penuh nafsu dan rambut panjang yang selalu terurai menutupi pundak nya. Rambut yang selalu aku usap ketika dia mulai terlelap di pangkuan ku.

Badannya pun masih terlihat menawan. Tinggi yang jelas masih di atas tinggi badan ku. Ketika lelaki lain melihat sosok nya, mustahil ada bisa membantah kalau dia wanita idaman. Akupun dulu tak menyangka pernah menjadi deretan dari sekian banyak mantan nya. Entah lah. Ah, kenapa semua ini kembali teringat. Semua yang aku coba untuk lupakan muncul kembali ke permukaan.

******

"Ganggu Bal? Gue boleh duduk disini?"

Kembali suara merdu itu berdenging di telinga ku.

"Oh enggak. Boleh. Duduk aja."

Ku coba untuk tetap tenang. Mencoba menampakkan raut muka yang bersahabat.

"Makasih."

Dia pun kembali tersenyum sembari duduk di kursi di depan ku. Akupun semakin salah tingkah.

"Apa kabar lo? Kemana aja? Kok jarang keliatan sih?"

Dia membuka percakapan ini dengan serentetan pertanyaan yang sangat enggan aku menjawab nya.

"Alhamdulillah sehat. Lo yang kemana aja. Ngilang-ngilang terus. Gue mah masih disini-sini aja. Kabar lo gimana?"

"Masak sih gue yang ngilang? Aneh banget. Kita tinggal satu kota, tapi udah sekian lama baru ketemu sekarang. Kadang dunia memang luas ya. Kabar gue ya masih gini-gini aja."

Basa-basi yang sangat memuakkan. Akupun enggan untuk menanggapi nya. Ku balas saja dengan senyum kecut.

"Wah, udah berapa tahun ya kita gak duduk bareng di cafe ini? Kamu ingat gak?"

Bullshit! Pertanyaan ini yang sangat aku takut kan keluar dari mulut indah nya. Pertanyaan yang menjurus untuk mengorek masa lalu. Tapi, aku tak bisa menghindar. Aku seperti tak ada kekuatan untuk melawan nya agar tak mengungkit kenangan ini.

"Berapa ya? Hmmmm.... Lupa. Kita putus kapan? Gak salah itu terakhir."

LUPA? Tak mungkin rasa nya aku melupakan kenangan menyakitkan itu. Otak ku tiba-tiba memaksa rekaman kenangan dari beberapa tahun yang lalu untuk keluar. Kenangan di saat kami masih pacaran.

******

Aku mengenal Citra dari Facebook. Cukup se-simple itu pas jaman kami. Pertemuan yang tak terduga. Awalnya aku hanya iseng untuk memulai chat dengan list chating di FB ku. Aku memang sering iseng untuk menchat para wanita yang menjadi teman FB ku. Dan di sanalah semua di mulai.

Seperti biasa, perkenalan kemudian ngobrol gak jelas pada saat chattingan. Nanya ini itu. Aku merasa cocok bercanda dengan Citra. Orang nya asik banget di ajak chat. Aku berpikir akan begitu menyenangkan jika bisa ngobrol tatap muka.

Iseng ---> chattingan ---> penasaran ---> kopdar.

Yap. Begitulah alur nya. Kami masuk tahap penasaran ingin bertemu langsung. Entah siapa yang memulai mencetuskan untuk ketemu langsung, dan sekarang kami berdua sedang berada di sebuah cafe. Sebut saja cafe cinta. Tempat kami melakukan pertemuan untuk pertama kalinya.

Selanjutnya, intensitas komunikasi kami semakin tinggi. Sering jalan bareng. Curhat-curhatan. Becandaan. Dan kami semakin merasa ada suatu feeling di hati masing-masing.

Aku sudah lama memikirkan nya. Memikirkan kenapa hati ku merasa ada suatu perasaan tentang nya. Entah setan apa yang merasuki ku waktu itu, aku memberanikan diri untuk mencoba menyatakan cinta ke Citra.

Rencana ku cukup simple untuk melakukan hal ini. Dengan keyakinan penuh, hari yang sudah ku tetapkan untuk menyatakan cinta ke Citra pun datang. Aku mengajak nya untuk menemani ku makan di cafe tempat biasa kami nongkrong berdua.

Seperti yang ku duga, Citra memesan nasi goreng ekstra pedas. Ketika pesanan kami datang, Citra merasa heran kenapa pesanan nya tidak seperti yang di pesan. Sebuah piring yang di atas nya ada saus sambal yang berbentuk hati. Aku cuma tersenyum melihatnya. Aku menyuruh dia untuk memanggil pelayan agar menjelaskan kenapa tidak nasi goreng yang terhidang di depan nya.

Ketika pelayan pun datang, Citra menanyakan nya. Kemudian dari tangan pelayan yang sejak tadi berada di belakang badannya mempersembahkan se-ikat bunga mawar kepada Citra. Citra semakin bingung. Dengan ragu-ragu, dia menerima bunga tersebut dari pelayan itu.

Citra menatap heran pada ku. Mencoba agar aku bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Aku cuma bisa mengangkat bahu. Berpura-pura tidak mengerti apa yang terjadi.

Di atas bunga tersebut terselip secarik kertas. Aku menyuruh Citra untuk membuka kertas tersebut dan membacakan nya dengan keras agar aku juga bisa mendengarkan nya.

"Hey, salam cinta untuk mu. Aku disini menulis sesuatu yang mungkin akan kamu hentikan jika aku berbicara langsung pada mu. Walaupun tidak menjamin kamu bisa saja merobek kertas ini. Tapi aku yakin kamu akan membacanya sampai habis.
Aku tak ingin menggombal. Aku hanya ingin mengatakan kalau kau itu sosok wanita yang selalu ku idamkan. Tak tau kenapa rasa ini bisa muncul, rasa cinta kepadamu. Aku meyakinkan diri ku ini suatu rasa spesial karna aku normal. Seorang pria yang mencintai seorang wanita.
 Jujur, aku tak mampu merangkai beberapa bait kata romantis untuk momen ini. Otak ku tak mampu berfikir tentang sesuatu yang dapat membuat mu tersipu malu karna membaca ini. Tapi, ini lah yang bisa kupersembahkan.
Tak ingin membuat mu semakin bingung dengan semua ini. Jadi, maukah kamu sedikit mengangkat kepala mu dan menatap lurus ke depan?"
 Ketika Citra melakukan hal yang ada di surat tersebut, di depan nya aku sudah memegang setangkai bunga mawar merah. Kemudian aku berdiri dari tempat duduk ku, kemudian beranjak ke samping Citra. Lalu aku bersimpuh dan berkata,

"Cit, mau kan jadi pacar aku?"

Dengan sekuat hati aku mencoba melontarkan kata keramat itu. Sungguh sesuatu yang dapat membuat kaki gemetaran.

Muka Citra memerah. Rona wajah nya dengan sangat jelas kalau dia sedang merasa sangat malu. Kemudian dengan perlahan dia menyambut bunga mawar itu dari tangan ku. Senyum ku pun merekah. Kemudian dengan spontan aku berdiri dan menggenggam tangan Citra dan itu membuat nya ikut berdiri. Lalu aku memeluk nya dengan sangat erat sambil membisikkan kata I Love You ke belakang telinga nya. Dia pun membalas dengan mengucapkan I Love You Too Bal. Semakin ku eratkan pelukan ku mendengar kata itu. Sungguh sangat menyenangkan dapat memeluk orang yang dicintai.

******

Kedatangan seorang pria dengan membawa semangkuk mie rebus dan segelas teh hangat pesanan ku, membuyarkan flashback itu. Syukurlah.

"Eh, lo udah mesan Cit? Gue duluan makan ya. Laper. Hehe"

Gue minta izin makan duluan ke Citra. Memang karena gue udah sangat lapar.

"Iya duluan aja. Gue tadi udah mesan. Nungguin dulu deh. Lanjut deh lo makan"

Seperti tadi, dia berbicara dengan senyuman manis nya itu.

Gue pun tanpa basa-basi melahap mie rebus tersebut. Makan mie sambil melihat wajah Citra, membuat gue kembali flashback.

******

Saat gue makan mie rebus, Citra selalu keheranan melihat gue begitu lahap nya makan mie itu.

"Woi Bal, lo makan kayak orang kesetanan gitu. Santee dong. Emang enak ya mie nya?"

"Enak banget malahan. Lo sih mesen nya nasi goreng terus. Sekali-kali ganti menu dong."

"Ya kan gue emang suka nasi goreng."

"Ya elah. Coba dulu nih."

Aku menyuapi Citra dengan penuh cinta. Berhati-hati agar mie itu tidak terjatuh ke baju nya, maupun tidak menyengat lidah nya karna panas. Dia pun merasa kalo mie itu memang enak. Kemudian aku menyuapi nya terus sampai habis oleh kami berdua.

Ya, hari itu tepat 2 minggu kami pacaran. Hari dimana gue begitu bahagia Citra berada di samping gue. Sebagai pacar, bukan sebagai teman.

Memasuki waktu ke-3 minggu, aku semakin lengket dengan Citra. Lengkeeetttttt banget. Aku mencoba untuk tidak memulai pertengkaran atau semacam nya yang berdampak tidak baik. Mencoba untuk tidak terlalu mengekang, tidak terlalu posesif, tidak mencemburui dan menghindari hal-hal bisa membuat pertengkaran kecil menjadi besar. Semua ku lakukan dengan senang hati, dan seperti nya Citra juga begitu. Seperti tidak seorang pun akan membayangkan suatu bencana akan datang.

Hari itu rabu, sebuah sms dengan nomor yang tidak ku ketahui masuk ke inbox hape ku. Di sana tertulis agar aku segera ke KFC jika ingin melihat sesuatu yang sangat penting. Awal nya aku tidak mengacuhkan nya. Tapi semakin lama, aku semakin penasaran dan langsung berangkat menuju KFC.

Kemudian aku membalas sms tersebut dengan menanyakan ada apa sebenarnya. Sms balasan menyuruh ku untuk ke lantai 2 KFC. Ku turuti saja.

Dan, di sana lah bencana itu terjadi. Aku melihat Citra sedang duduk bermesraan bersama seorang cowok. Dia duduk sambil menggandeng pundak Citra. Mereka terlihat begitu mesra sambil saling suap-suapan makanan.

Seperti ada sesuatu yang menikam di dada. Aku pun langsung terduduk ke kursi yang ada di dekat ku. Aku tak percaya akan apa yang ku lihat. Ingin rasa nya aku kesana dan melabrak mereka berdua. Tapi aku tak ingin membuat keributan. Namun, aku juga sangat ingin Citra mengetahui kalau aku sudah melihat apa yang sedang di lakukan nya saat ini.

Aku mencoba untuk tidak gelap mata. Mencoba tenang, walau mustahil rasa nya. Lalu entah kenapa badan ku bergerak sendiri. Aku berjalan menuju mereka. Tapi kemudian berbelok dan hanya melewati mereka. Pada saat itu Citra tersadar kalau aku ada disana. Dia kemudian berdiri karena kaget dan kelihatan pucat.

Aku langsung berbalik arah dan turun kemudian pergi dari sana. Aku tau kalau Citra mencoba mengejar ku dan berteriak agar aku tidak pergi. Persetan. Aku sudah tidak peduli. Pikiran ku sudah kosong dan tak ingin melihat muka dia lagi.

Pas itu aku tidak langsung pulang. Aku pergi ke suatu tempat untuk menyendiri. Di sana aku memikiran semua nya. Apa yang harus dilakukan selanjutnya, dan kenapa semua harus terjadi.

2 jam kemudian aku sudah tiba di depan rumah dengan wajah sangat kusut. Pas menaiki tangga teras, aku melihat Citra duduk disana sambil menangis melihat ku. Rasa benci ku kembali memuncak. Aku mencoba untuk mengusir Citra, tapi dia hanya diam. Kemudian aku melewati nya dan masuk ke rumah.

Sebelum aku membuka pintu, Citra menahan tangan ku. Bibir nya terbuka dan hanya melewatkan 3 kata "Maafin aku Bal". Cuih. Peduli apa tentang itu. Aku kemudian melepas tangan nya yang menggenggam erat tangan ku dan langsung masuk ke rumah sembari mengunci pintu.

******

"Bal, lo masih dendam ya sama gue?"

Citra bergumam ketika gue asik melahap mie rebus ini. Aku menaikkan alis. Pertanda enggan untuk menjawab.

"Iya, lo masih marah kan ama gue karna yang gue lakuin ke elo?"

Akupun berhenti makan sejenak.

"Cit, gak usah di ungkit lagi lah. Gue udah mencoba ngelupain nih."

"Tapi bener kan lo masih marah sama gue?"

"Trus kalau gue masih marah kenapa? Kalau gue udah gak marah kenapa? Gue dari detik lo nyebut kata maaf aja udah gak peduli lagi. Gue tau kok rasa nya ngenyia-nyiain orang. Kan lo tau sendiri gue itu brengsek nya kayak gimana. Kan lo dulu yang dapat menerima gue apa brengsek nya. Nah giliran gue yang di brengsekin, lo sendiri yang ngasih pelajaran ama gue. Tapi gak usah di bahas lagi lah. Sekarang aja gue masih nganggap lo musuh. Ini juga sekedar basa-basi doang."

Aku menjawab dengan lepas. Kesel juga malah di ungkit-ungkit masalah yang udah berlalu.

"Mmmm gitu ya Bal. Oke deh. Hehehe"

Kembali senyuman maut nya keluar. Tapi aku juga udah gak mood untuk ngelanjutin makan. Meminum sedikit teh, kemudian akupun pamit untuk duluan cabut.

"Gue duluan Cit. Ada perlu."

"Eh, kok buru-buru amat Bal. Pesanan gue juga belum datang. Ngobrol-ngobrol dulu dong."

"Gak, sorry gak bisa. Penting. Bye"

"Ya udah deh. Gak maksa. Bye. Hati-hati ya"

Dia melayangkan senyuman sebelum aku pergi dan  aku membalas senyuman nya. Kemudian membayar ke kasir lalu langsung pergi dari cafe itu.

******

Pacar kadang bisa berawal dari teman, sahabat bahkan musuh sekalipun. Cinta itupun kadang gak bisa di tebak kapan muncul nya. Walaupun mencoba untuk menyangkal sendiri dalam hati, tapi rasa tidak semudah itu hilang.

Rasa memang tidak mudah hilang, tapi bisa saja berubah. Seperti pada detik ini sangat mencintai, beberapa detik kemudian sangat membenci. Tergantung individu masing-masing.

Di selingkuhin itu perih, kisanak. Tapi menyelingkuhi sensasi nya pun tak dapat di lukiskan. Itu lah mengapa banyak pasangan yang melakukan praktek selingkuh dengan berbagai macam latar belakang. Dari merasa bosan sama pasangan, merasa perhatian selingkuhan lebih daripada pasangan, atau yang lebih kampret lagi karena ISENG. Ini nih alasan dulu gue suka selingkuh. ISENG. Baru kemudian bosan.

Bayangkan, hubungan baru berumur 3 minggu aja udah selingkuh. Kampret emang.

Tapi tenang kawan, bagi yang percaya ada nya karma, itu mungkin saja ada. Tapi yang gak percaya akan ada nya karma, pembalasan itu pasti ada. Bahkan Allah pun menjanjikan hari pembalasan.

Mengharapakan balasan akan datang kepada orang yang telah berbuat tak baik ke kita tanpa usaha yang jelas pula dari kita, itu sama aja dengan nol. Jangan mengharapakan pembalasan terhadap orang lain sedangkan kita tidak lebih baik dari nya. Jadi jika karma tidak jatuh ke orang tersebut, berarti itu mah derita lo di jahatin sama orang. Anggap aja karma sendiri.

Dan syukurnya, Citra bukan orang yang memberi apa itu karma dalam hidup gue. Setelah habis dari dia pun kebrengsekan gue semakin menjadi-jadi. Sampai pembalasan datang ke gue melalui seorang cewek. Dan insyaallah ntar kalo ada niat bakalan gue tulis juga.

Jadi sekian cerita gue kali ini. Semoga kalian terhibur mendengar curhatan gue ini. Walaupun seperti drama, tapi gue yakin salah satu dari kalian yang membaca ini juga mempunyai kisah yang lebih parah dari gue. Siapa tau aja. Hhe ^_^











2 komentar: